Pengalaman Menginap di Rumah Landee Homestay Makassar


Sebenarnya di awal masa pengantin baru (sekarang juga masih penganti baru, hehe) saya dan suami berencana pengen nikmati honeymoon di hotel bintang limaWell, karena sama-sama nggak punya pengalaman nginap di hotel yang ada di sekitaran kota Daeng jadilah saya kebingungan mencari hotel yang nyaman dengan harga terjangkau minimal sesuai budget yang kian menipis pasca acara walimahan, haha. 

Padahal ada eyang google yang bisa memberi banyak informasi terkait hotel atau penginapan yang kami cari. Nggak perlu bingung. Cukup lontarkan pertanyaan saja via smartphone. Apa sih yang nggak bisa dijawab eyang google. Jodoh kamu saja bisa dia prediksikan *eh. Tapi beneran deh, waktu itu saya sama suami sama sekali nggak ingat dengan eyang google. Nggak kepikiran mau googling. Mungkin efek pengantin baru kali ye, eyang google sampai terlupakan, hehe.

Nah, baru bulan ini tepatnya ketika kakak sepupu saya yang tinggal di Biak memberitahu kabar keberangkatannya ke Makassar. Bukti bookingan tiket yang dia pesan lewat traveloka sengaja dia screenshoot dan kirim di grup Whats App Keluarga. Lalu dia juga mengirim gambar screnshoot di bawah ini.



Hotel? Sejenak saya mengerutkan kening lalu seketika tersentak. What? Informasi lengkap terkait hotel atau penginapan lainnya ternyata bisa dicek via applikasi Traveloka. Ya ampun kenapa saya kudet banget yak. Setahu saya, traveloka hanya bisa digunakan untuk booking tiket pesawat saja. Ternyata selain booking tiket pesawat, kita juga bisa booking kamar hotel atau penginapan via traveloka. Duh, kok saya baru tahu. Kebangetan banget. Kalau tahu dari awal kan keinginan honeymoon di hotel berbintang lima dapet kami wujudkan sepekan setelah menikah, hihi.

But whateverlah. Masih mending telat daripada nggak sama sekali. Alhasil malam ini juga rencana nginap di hotel segera ingin kami realisasikan. Mumpung lagi weekend di Makassar. Berbekal applikasi traveloka akhirnya saya bisa mendapatkan rekomendasi hotel atau penginapan dengan mudah dan cepat. Hanya dengan sekali klik. Oke.




Setelah berdiskusi dengan suami, kami memutuskan untuk mengambil penginapan termurah bukan hotel dengan berbagai pertimbangan. Termasuk pertimbangan kami yang dalam waktu dekat ini in syaa Allah akan segera pindah dari rumah mertua ke hunian baru. Yes. Horeee. Alhamdulillaah. Saya excited banget sore ini setelah diberitahu kabar baik oleh suami yang katanya telah menemukan tempat tinggal yang cocok buat kami huni berdua. Artinya, ya sudah saatnya kami harus serba ngirit. Budget yang ada daripada dikeluarin nggak jelas mending ditabung buat beli perlengkapan rumah tangga dan biaya hidup sehari-hari.

Etapi, pengecualian buat rencana nginap di hotel yang memang sebelumnya tak direncanakan. Nggak masuk di list planning kami bulan ini. Sekonyong-konyong saja saya ngajak suami nginap di hotel. Sekonyong-konyong pula suami menanggapi iya. Yowes. Sekali-kali bolehlah. Anggap saja ini juga bagian dari ikhtiar kami yang tiap bulannya selalu melangitkan harapan agar Allah pun sudi memberikan amanah kepada kami seperti pasangan pengantin lainnya yang telah berstatus calon dan atau telah menjadi ayah dan ibu. *apa hubungannya 😂

Selain pertimbangan tersebut, kami berencana booking kamar hanya semalam tidak sampai duapuluhempat jam. Besok pagi suami ada urusan kerja di daerah so that i also think hotel dengan harga selangit yang fasilitasnya pun WOW bukan alternatif penginapan yang cocok bagi penginap yang kondisinya terburu-buru macam kami. Kalau dipaksakan malah mubasir. Belum puas dinikmatin sudah harus check out. Sayang kan uangnya.

Nah, karena itu kami memutuskan memilih penginapan termurah yang fasilitasnya juga memadai. Akhirnya penginapan sejenis homestay menjadi pilihan. Awalnya sih saya berminat di Discovery Homestay namun pas dicek lokasinya ternyata di Sungguminasa Gowa, jauh dari rumah RSUP Wahidin Sudirohusod. Setelah cari rekomendasi lain ketemulah saya dengan Rumah Landee Homestay Makassar yang lokasinya berada di jalan Perintis Kemerdekaan IV dekat dengan rumah sakit tersebut.


So, setelah dikomunikasikan dengan suami via WhatsApp, kami janjian bertemu di rumah sakit sekitar pukul delapan malam waktu Indonesia Tengah. Suami berangkat sepulang kerja menjelang maghrib. Sementara saya baru start dari rumah kakak tempat saya nginap selepas maghrib.

Oh ya, sepekan ini saya dengan suami lagi LDM. Sabtu lalu kami barengan ke Makassar untuk menjenguk om yang dirawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo sekaligus menemui mama yang jauh-jauh datang dari Papua. Karena harus masuk kerja, hari seninnya suami balik ke daerah tempat kerjanya sementara saya tetap tinggal bersama mama dan keluarga lain yang ikut menemani om di rumah sakit. Rencananya saya baru balik ikut suami ke rumah mertua setelah mengantar mama yang ahad ini pulang ke Papua kemudian lanjut ke hunian kami yang baru tentunya setelah beberes dan menyiapkan segala kebutuhan rumah tangga yang penting dan mendesak. Uh saya jadi nggak sabaran pengen segera pindah, hehe.

Perjalanan suami dari daerah tempat kerjanya ke rumah sakit yang terletak di jalan Perintis Kemerdekaan memakan waktu kurang lebih tiga jam sementara jarak dari tempat saya nginap ke rumah sakit sebenarnya hanya memakan waktu tidak lebih dari tigapuluh menit but karena kena macet parah di sekitaran jalan Perintis so that kami tiba di rumah sakit hampir bersamaan menjelang pukul delapan malam, lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Tidak lama setelah saya sampai di kamar tempat om dirawat suami juga nongol dengan sosoknya yang begitu ngangenin. Baru lima hari nggak ketemu dia, saya rasanya udah kayak gimana gitu. Kangennya itu lho. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata, mhuaha.

Ketika jarum pendek menuju angka antara 9 dan 10 sementara jarum panjang persis berada di angka 6 saya dan suami pamit pulang. Selama om dirawat di rumah sakit saya memang tidak pernah ikut bermalam karena selain ruangan pasien yang sempit keluarga yang dibolehkan menjaga pasien juga dibatasi. Next kami cusss singgah dulu dinner di warung yang tak jauh dari kos suami tempat tinggal kami di kota Daeng.

Nah, sewaktu dinner itulah saya sempat berubah pikiran. Melihat jarum jam sudah menunjukkan lewat dari pukul sepuluh malam, jarak kami ke kos pun sudah dekat ketimbang ke penginapan yang belum kami tahu persis lokasinya. Lagian kami juga belum sempat booking kamar. Sebenarnya saya dan suami sudah niat booking via applikasi traveloka ketika di rumah sakit. Sekalinya di rumah sakit mau booking eh entah jaringan atau applikasinya yang bermasalah. Lalod banget. Jadi suami usul booking-nya langsung di tempat saja.

Mending nginap di kos saja deh.

Kenapa?

Udah larut nih. Nanti lama lagi cari penginapannya.

Jalanan masih ramai zaujah. Kita ke sana saja dulu, kalau nggak sreg sama tempatnya baru kita pulang ke kos.

Sejenak saya mikir lalu mengiyakan. Okelah nggak ada salahnya dicek. Sempat masih ada kamar yang kosong dan nyaman tempatnya.

Finally, malam itu juga kami meluncur ke rumah Landee Homestay yang jaraknya lumayan dekat dari tempat kami dinner. Ada sekitar 800 meterlah dari depan lorong, tak jauh dari jalan poros.

Sesampai di sana kami disuguhi dengan pemandangan sunyi nan mencekam. Tak ada siapa-siapa. Tempat resepsionisnya pun kosong. Saya jadi ragu. Barangkali penginapannya sudah tutup. Tapi suami dengan yakinnya mengetuk-ngetuk pintu rumah utama. Mungkin saja orangnya ada di dalam.

Kita pulang saja, yuk. Saya nyaris mengeluarkan kata-kata itu namun belum sempat terucap ada pemuda yang datang dari arah kanan kami menghampiri saat suami masih sibuk mengetuk-ngetuk pintu.

Zaujii ada yang datang tuh.

Suami menoleh. Pemuda itu mendekat.

Ada yang bisa saya bantu, pak? Seharusnya kalimat sambutan itu yang pertama meluncur dari pemuda yang entah pemilik, penjaga atau pengelola penginapan yang kami datangi ini.

Eh,  ini malah suami yang angkat bicara duluan. 😅

Ada kamarnya yang kosong?

Masih ada pak. Pesan sekamar ya? Sudah berkeluarga?

Hehe. Iya masa' belum. Suami terkekeh.

Maaf. Bisa tunjukkan bukti nikahnya pak. KTP, buku nikah atau apa gitu.

Heh. Suami melongo. Saya tercengang. Kami terkesiap.

Saya hendak menunjukkan smartphone tapi suami tampak riweh sendiri. Mungkin dia bingung mau menunjukkan apa sehingga si pemuda itu percaya bahwa kami adalah sepasang suami istri yang telah SAH di mata agama dan di mata negara. Mana Buku nikah nggak dibawa. Cincin nikah suami sengaja di timggal di lemari kos. Lebih-lebih status di KTP kami. Masih belum kawin😂

Aduh maaf. Status di KTP saya belum berubah. Hmm nunjukin bukti apa ya? Suami kebingungan.

Duh. Gitu aja kok rempong banget. Ini. saya sodorkan smartphone yang sengaja saya nyalakan. Tampaklah walpaper berlatar foto pernikahan kami.

Oh iya yah. Foto nikah. Kok saya nggak kepikiran daritadi. Cerocos suami yang saya timpali dengan ketawa kecil. Memang dalam hal-hal tertentu otak saya bisa lebih encer berpikir daripada dia. Haha.

Maaf ya pak. Soalnya biasa ada pasangan yang datang ke penginapan kami tapi bukan suami istri. Ujar si pemuda yang saya tangkap mungkin maksudnya penginapan yang dia kelola ini tidak menerima pasangan yang bukan suami istri.

Wah saya angkat jempol. Mungkin di luar sana masih banyak penginapan yang tidak peduli dengan status tamunya. Asal terima tamu yang datang berpasangan tanpa memastikan terlebih dahulu identitas pasangan tamu tersebut

Beda halnya dengan penginapan di Rumah Landee Homestay ini. Si penjamunya langsung menodong kami dengan pertanyaan retoris yang terkesan mencurigai. Padahal kalau dilihat dari penampilan, mana ada sih perempuan berjilbab lebar yang berani mendatangi penginapan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Apakah tidak cukup jilbab sebagai identitas yang meyakinkan bahwa muslimah yang mengenakannya adalah wanita baik-baik yang sangat menjaga kehormatan dirinya.

Ah, nyatanya hidup di zaman now memaksa kita untuk tidak gampang percaya dengan siapa pun. Tidak peduli sealim dan seagamis apa penampilan orang itu. Sebab penampilan bisa jadi hanyalah kedok belaka. Sengaja bersembunyi di balik penampilan baik padahal aslinya palsu. Ada lho perempuan yang sengaja menggunakan cadar untuk melancarkan aksi penipuannya, ada pula pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur yang sengaja bersembunyi dibalik jenggot dan celana cingkrangnya. Bahkan bukan tidak mungkin ada pasangan bukan suami istri yang datang ke penginapan dan berpura-pura berpenampilan selayaknya ikhwan dan akhwat sehingga tidak dicurigai.

Maka wajarlah bila pemuda itu tidak langsung percaya begitu saja meski penampilan kami begitu meyakinkan. Ya untung saja setelah ditunjukkan foto pernikahan kami pemuda yang selanjutnya saya anggap sebagai pengelola penginapan tersebut tidak mengintrogasi lebih lanjut. Padahal menurut saya foto nikah belum cukup dijadikan bukti yang valid. Bisa saja kan ada orang yang merekayasa atau memanipulasi foto pernikahan. Tapi ya sudahlah yang penting saya dan suami bisa lolos dari pertanyaan yang seolah mencurigai itu.

Pengalaman nih, catet baik-baik kalau berencana nginap di hotel atau penginapan bersama pasangan kalian jangan lupa bawa buku nikah ya. Trus kalau kalian pengen merasakan nginap di penginapan sejenis homestay, jangan bayangkan pelayanan dan fasilitas yang kalian dapatkan sama dengan di hotel. Bayangkan saja kalian sedang berada di sebuah rumah atau kos-kosan yang lumayan elit. Karena seperti itulah keadaan yang saya cicipi saat nginap semalam di penginapan homestay. Udah pada tahu kan perbedaan homestay dengan hotel dan penginapan lainnya. Kalau belum tahu, mari, biar saya yang juga baru tahu ini sedikit memberi penjelasan, hihi.

Jadi selain hotel, masih ada jenis penginapan lainnya seperti hostel, ressort, villa, bungalow, cottage, guest house, termasuk homestay, dll. Selama ini yang familiar di telinga saya memang cuma hotel sih. Saya malah baru tahu dari eyang google kalau ada penginapan yang namanya homestay dan beberapa jenis penginapan lainnya yang masih asing di pendengaran.

Pada dasarnya sih semua jenis penginapan tersebut sama fungsinya. Sebagai tempat menginap para tamu yang datang dari luar daerah, lokal mau pun mancanegara dalam jangka waktu tertentu. Adapun perbedaannya ditinjau dari lokasi, biaya akomodasi, fasilitas yang disediakan, jumlah kamar dan cara pengelolaannya. 

Nah, bagi kalian yang menginginkan penginapan yang fasilitasnya memadai dan harga terjangkau maka penginapan sejenis guest house or homestay bisa jadi alternatif yang cocok. Kedua jenis penginapan tersebut sebenarnya hampir mirip, menawarkan penginapan berupa rumah atau kamar sewa dengan harga yang relatif murah. Bedanya, guest house adalah rumah yang disewakan oleh pemiliknya yang tak tahu rimbanya dimana sebab yang mengelola perumahan jenis ini adalah pegawainya. 

Area kamar atau yang disewakan umumnya sih terpisah dari pihak pengelola atau pemilik rumah. Jumlah kamar yang disewakan  juga lebih banyak dibanding homestay. Sedangkan penginapan jenis homestay disewakan langsung oleh pemilik rumah. Area kamar atau tempat yang disewakan pun masih bergabung atau menjadi satu dengan pemilik rumah. Pengelolaannya dilakukan secara mandiri tanpa ada pegawai yang turut campur. 

Ketika berhadapan dengan si pengelolanya yang mungkin adalah anak atau kerabat dari pemilik rumah landee homestay rasanya kami kok seperti tamu yang dijamu oleh tuan rumahnya dengan pakaian rumahan yang santai. Ngobrolnya juga santai, tidak seperti pelayanan formal yang didapatkan di hotel berbintang.

Sudah booking kamar pak? Tanya si pengelola mengkonfirmasi ulang. Tentu saja maksudnya apakah kami sudah booking kamar lewat traveloka, dijawab belum oleh suami. Kami kemudian ditunjukkan dua kamar yang masih kosong. Satu di kamar bawah yang areanya terpisah dengan rumah utama seharga 120k/malam sedangkan yang satu berada di lantai dua rumah utama tarifnya 150/k. Jika sesuai dengan yang ditawarkan di traveloka, harganya tidak mencapai 100k /malam. Tapi ternyata harga segitu untuk kelas ekonomi.

Selain kedua kamar yang ditunjukkan masih ada 10 kamar lainnya dengan harga yang mungkin bervariatif namun sesuai dengan fasilitas yang disediakan. Tapi sepertinya semua kamar sudah terisi sehingga kami tidak ada pilihan lain selain memilih salah satu dari dua kamar yang tersisa. Suami menyerahkan keputusan sepenuhnya ke saya. Terserah mau pilih kamar yang di atas atau yang di bawah. 

Oke, saya pilihnya kamar di bawah yang terpisah dari rumah utama. Alasannya karena kamar yang di atas ber-AC semantara saya nggak betah berlama-lama di ruangan ber-AC. Haha. Lagipula fasilitas yang disediakan di kamar bawah nyaris sama dengan kamar di atas. Bedanya nggak ada AC yang menempel di dinding yang ada cuma kipas angin dan yes saya memang lebih suka kena kipas angin daripada AC.

Kamarnya juga luas. Terlihat mirip seperti kos dengan ruangan yang besar atau rumah sewa yang difasilitasi dengan springbed yang ukurannya muat ditiduri hingga tiga orang. Di sisi kanan springbed ada meja dan kursi. Kemudian di sisi lainnya di letakkan kipas angin dan kabel colokan. Persis di dinding di atas kipas angin digantung televisi 20 inci. 

Di sudut kiri dekat kipas angin diletakkan cermin besar yang tingginya setinggi orang dewasa. Sementara di sisi kiri springbed tepatnya di balik tembok terdapat ruangan kamar mandi yang menyatu dengan toilet.

Eniwei, secara keseluruhan saya sreg dan merasa nyaman di kamar tersebut. Kamarnya lumayan bersih. Meski di sudut-sudut ruangan masih menempel banyak debu. Saat pertama masuk debunya memang 'menyengat' sekali mungkin karena jarang dibersihkan atau baru dibersihkan saat ada tamu. Tapi tak terlalu masalah sih bagi saya. Yang masalah karena nggak disediakan tempat gantungan pakaian. Setidaknya karena tidak difasilitasi dengan lemari pakaian, gantungan pakaiannya perlu ada. Baik di ruangan kamar mau pun di kamar mandinya. Itu saja sih. Selebihnya no commen. Saya dan suami puas nikmati tidur dengan nyenyak walau bukan di kamar hotel berbintang, hehe.

Oh ya, hampir lupa. Karena chek in larut malam so kami nggak sempat menggunakan fasilitas free wifi-nya. Dan mungkin karena pagi-pagi sekali udah chek out kami juga nggak dapat jatah sarapan. Padahal seharusnya ada. Tapi tak apalah. Semalam bareng suami di penginapan yang sederhana saja itu sudah sangat berkesan.

Intinya, kebersamaan bersama pasangan bisa kita rajut dimana saja. Tak perlu hal-hal mewah untuk mencipta kebahagiaan. Hal paling sederhana sekali pun bisa bikin pasangan kita bahagia kok. Salah satunya, bolehlah sesekali ajak pasanganmu mendatangi penginapan yang meski itu bukan hotel bintang lima atau bintang berapa pun dia tetap akan bahagia asal bersamamu.

#ODOPOKT17

Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia









Posting Komentar untuk "Pengalaman Menginap di Rumah Landee Homestay Makassar"